Masih melanjutkan keutamaan doa dengan melihat ayat yang disebutkan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Riyadhus Sholihin, Kitab Ad-Da’awaat, Keutamaan Doa.
Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Ad-Da’awaaat (16. Kitab Kumpulan Doa), Bab 250. Keutamaan Doa
Ayat Ketiga:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (QS. Al Baqarah: 186)
Penjelasan Ayat
Doa yang dimaksudkan di sini adalah doa ibadah dan doa masalah.
Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Kedekatan yang dimaksud dalam ayat ini adalah kedekatan Allah pada orang yang berdoa (kedekatan yang sifatnya khusus).” (Majmu’ah Al-Fatawa, 5:247)
Perlu diketahui bahwa kedekatan Allah itu ada dua macam:
- Kedekatan Allah yang umum dengan ilmu-Nya, ini berlaku pada setiap makhluk.
- Kedekatan Allah yang khusus pada hamba-Nya dan seorang muslim yang berdoa pada-Nya, yaitu Allah akan mengijabahi (mengabulkan) doanya, menolongnya dan memberi taufik padanya. (Tafsir As-Sa’di, hlm. 77)
Kedekatan Allah pada orang yang berdoa adalah kedekatan yang khusus–pada macam yang kedua–(bukan kedekatan yang sifatnya umum pada setiap orang). Allah begitu dekat pada orang yang berdoa dan yang beribadah kepada-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits pula bahwa tempat yang paling dekat antara seorang hamba dengan Allah adalah ketika ia sujud. (Majmu’ah Al-Fatawa, 15:17)
Siapa saja yang berdoa pada Allah dengan menghadirkan hati ketika berdoa, menggunakan doa yang ma’tsur (dituntunkan), menjauhi hal-hal yang dapat menghalangi terkabulnya doa (seperti memakan makanan yang haram), maka niscaya Allah akan mengijabahi doanya. Terkhusus lagi jika ia melakukan sebab-sebab terkabulnya doa dengan tunduk pada perintah dan larangan Allah dengan perkataan dan perbuatan, juga disertai dengan mengimaninya. (Tafsir As-Sa’di, hlm. 77)
Pelajaran penting lainnya, pembahasan doa ini diletakkan di tengah-tengah pembahasan hukum puasa. Hal ini menunjukkan kepada kita untuk sungguh-sungguh dalam berdoa saat menyempurnakan bulan Ramadhan, bahkan setiap kali berbuka puasa juga termasuk dalam waktu mustajabnya doa. Ada hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لِلصَّائِمِ عِنْدَ إِفْطِارِهِ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ
“Orang yang berpuasa memiliki doa yang mustajab ketika ia berbuka.” (HR. Ath-Thayalisi dengan sanad dan matan darinya, no. 2262). Lihat bahasan dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 2:66.
Hadits lainnya menunjukkan terkabulnya doa secara umum saat berpuasa. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Tiga orang yang doanya tidak tertolak: orang yang berpuasa sampai ia berbuka, pemimpin yang adil, dan doa orang yang dizalimi.” (HR. Ahmad, 2:305. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih dengan berbagai jalan dan penguatnya).
Semoga bermanfaat.
Referensi:
- Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
- Majmu’ah Al-Fatawa. Cetakan keempat, Tahun 1432 H. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Penerbit Darul Wafa’ dan Ibnu Hazm.
- Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim li Al-Imam Ibnu Katsir. Ibnu Katsir. Tahqiq: Prof. Dr. Hikmat Basyir bin Yasin. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
- Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
—
Disusun oleh: Muhammad Abduh Tuasikal, S.T., M.Sc.
Di Pesantren Darush Sholihin, 11 Jumadal Ula 1440 H (17 Januari 2019)
Artikel Rumaysho.Com